Nabi Saw adalah teladan paripurna, tidak saja dalam beribadah kepada Tuhan, tapi juga dalam perilaku kehidupan yang berurusan dengan dunia. Berbisnis salah satunya.
Tidak ada sejarawan yang menyangkal bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang pebisnis ulung. Kesuksesannya telah terpancar, bahkan di saat usianya masih muda belia. Beliau sudah memiliki “personal branding” dalam bisnis perdagangan yang dijalankannya, yaitu julukan “Al-Amin”, orang yang bisa dipercaya.
Teladan apa yang bisa diambil dari cara berbisnis Rasulullah Saw? Tentu saja banyak sekali, berikut ini diantaranya:
1. Mapan sejak menikah
Saat usianya menginjak 25 tahun, Nabi Saw telah tumbuh menjadi seorang pebisnis yang matang sukses. Tak kurang dari 18 kali Nabi Saw melakukan perjalanan (ekspedisi) dagang melalui rute dagang di dalam atau luar Hijaz.
Muhammad muda pun bisa memulai kehidupan rumah tangganya dengan kondisi yang sudah mapan.
Saat menikah dengan Khadijah, mas kawin yang beliau bawa sebanyak 20 ekor unta dan 12,4 ons emas murni. Mas kawin itu terbilang sangat besar, bahkan untuk ukuran orang zaman sekarang sekalipun.
Lalu, apa kiat sukses Rasulullah Saw. dalam menjalankan bisnisnya?
Dalam sebuah hadits, beliau Saw bersabda, “Pedagang yang baik adalah yang mudah dalam membeli dan mudah pula dalam menjual,” (HR. Bukhari).
Dan, perkataan beliau tersebut dibuktikan sendiri dengan mengamalkan bagaimana cara berdagang yang baik.
2. Belajar wirausaha sejak usia 12 tahun
Sebelum terjun langsung ke dunia bisnis, Muhammad kecil yang yatim piatu itu sudah ditempa dengan kemandirian. Sebelum ikut berdagang dengan pamannya, Abu Thalib, beliau bekerja keras menggembala kambing milik orang-orang Arab Quraisy untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Baru ketika usianya 12 tahun beliau mulai belajar berwirausaha. Peran Abu Thalib, sang paman, sangatlah berharga. Ayahanda sahabat Ali r.a. itulah yang mengajak Nabi Saw ke dalam rombongan dagang ke Suriah (Syam). Muhammad kecil belajar dengan cepat tentang ilmu perdagangan dari mereka.
3. Di usia 17 tahun sudah mahir berbisnis
Nah, dengan demikian di saat usianya menginjak 17 tahun, Nabi Saw menjadi semakin mahir berniaga. Tidak hanya ke Suriah, beliau memimpin rombongan dagang ke berbagai negara seperti Yordania, Busra, Irak, Bahrain dan Yaman, selain di Hijaz sendiri.
4. Kelihaian menentukan segmentasi pasar
Di antara kunci sukses beliau dalam berbisnis, yang pertama adalah kemampuannya dalam menentukan segmen pasar. Jadi, kalau beliau berangkat ke suatu tempat tujuan dagang, beliau akan membawa barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat.
Sebelum berangkat, tentu beliau mempelajari kebiasaan, cara hidup dan kebutuhan sehari-hari calon konsumen atau masyarakat tempatnya berdagang.
Ketika beliau datang ke kota A, tentu saja barang-barang yang beliau bawa berbeda dengan ketika beliau mendatangi kota B. Dengan strategi ini beliau dapat menjual barang dagangan dengan cepat.
5. Tidak pernah mengecewakan pelanggan
Nabi Saw juga tak pernah mengecewakan pelanggannya. Strateginya adalah tidak membeda-bedakan pelanggan, apakah mereka elite bangsawan, orang biasa, atau bahkan budak sekalipun. Beliau sangat menghormati para pelanggannya, dan tentu saja ini adalah poin penting untuk kelancaran berbisnis.
6. Perluasan atau ekspansi pasar
Dalam berdagang, Nabi Saw tidak hanya berkutat pada satu atau dua wilayah pasar. Beliau juga melakukan perluasan jangkauan bisnisnya ke banyak wilayah. Sehingga dengan demikian reputasi dan branding dari produk-produknya semakin dikenal oleh masyarakat luas.
7. Tetap menjaga mutu barang
Reputasi beliau juga didapat dari jaminan mutu barang. Nabi Saw selalu jujur dengan kualitas barang dagangannya, apakah ada kelebihan atau ada kekurangan. Semua dijelaskan kepada para pelanggannya.
Selain itu, tidak pernah sekalipun beliau mengurangi takaran atau timbangan. Beliau juga tidak pernah melakukan perang harga dengan sesama pedagang lain.
8. Membangun self-branding
Nabi Saw sebagai pedagang pada akhirnya menemukan self-branding. Jauh sebelum beliau menjadi rasul, beliau sudah digelari oleh masyarakat Arab sebagai “al-Amin” yang artinya orang yang bisa dipercaya. Itulah self-branding yang sudah dibangun selama beliau berbisnis dan bermasyarakat.
Jujur adalah mata uang yang berlaku universal, kapan dan dimanapun bisa digunakan.
Nabi Saw bersabda, “Barang siapa menipu bukanlah golongan kami. Makar dan tipuan tempatnya adalah neraka (HR. Thabrani).
Dalam hadis lain disebutkan, “Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang yang mengandung cacat kepada orang lain, kecuali jika ia menjelaskan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Self-branding itulah akhirnya yang memudahkan beliau dalam berbisnis. Malahan, tanpa modal sepeser pun, beliau dapat bekerja, yaitu dengan menjualkan barang-barang dagangan milik orang lain.
Dari situlah beliau mendapatkan imbalan dari proses bagi-hasil. Seperti yang dilakukannya bersama Khadijah, seorang saudagar kaya raya sebelum akhirnya menikah dengan beliau.