Sekitar tahun 90an, David Lewis mencetuskan istilah Information Fatigue Syndrom, kondisi psikologi dimana terlalu banyak “noise” pada berlimpahnya informasi menyebabkan seseorang mudah terdistraksi dan susah fokus saat bekerja.
Hal ini turut berdampak pada berkurangnya kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah hingga mengambil keputusan yang tepat.
Pada momen Ramadhan, information fatigue syndrom ini idealnya telah dapat secara mandiri diatasi dengan berpuasa, karena seseorang yang menjalankan puasa telah menaruh filter pada apa saja yang baik dan layak ditanggapi.
Namun pola kehidupan menahun yang telah menjadi kebiasaan (habit) bersama gadget dan media sosial, agaknya tidak semua orang mampu melakukan filter dan mencegah terjadinya information fatigue syndrome secara mandiri.
Salah satu alternatif kegiatan yang bisa dilakukan secara kolektif adalah dengan membentuk forum-forum diskusi kecil, membaca buku secara bergilir dan mendiskusikannya. Hal ini pernah dipraktikkan di DPF dengan membaca dan membahas salah satu karya sastra kenamaan, Robohnya Surau Kami karangan AA Navis.
Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Rudi Ekasiswanto, Staf Pengajar Bahasa dan Sastra Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa Robohnya Surau Kami memuat ciri fiksi posmodern. Keberadaannya bukan sebagai pemuas golongan tertentu, sebaliknya ia memuat nilai-nilai kebersamaan dan kearifan yang umum kita kenali dalam masyarakat daerah Indonesia yang menjunjung kekerabatan.
AA Navis memang terkenal dengan gaya berceritanya yang satir. Tidak sedikit karya-karyanya masih relevan dibahas hingga saat ini. Robohnya Surau Kami adalah salah satunya, cerita pendek ini konon dapat “mengganggu” pembaca sehingga sulit untuk tidak mendiskusikannya secara yang lebih luas setelah membacanya.
Berpuasa, sebagaimana mestinya memang bukan hanya menahan lapar dan haus. Menahan diri untuk aktivitas online yang menimbulkan fitnah-bahkan secara ironi memutus tali silaturrahmi, baiknya juga dipuasakan.
Selain membaca Robohnya Surau Kami, karya terjemahan seperti A Thousand Splendid Suns karangan Khaled Hosseini juga merupakan salah satu bacaan menarik yang dapat digunakan untuk melatih fokus, mengambil jarak dengan riuhnya notifikasi media sosial, dan melipatgandakan hikmah puasa agar terus hidup di bulan-bulan berikutnya.