Idealnya, manusia berperan membangun peradaban. Sebab kehadirannya di muka bumi bukan tanpa alasan dan tujuan. Untuk itu Allah menghiaskan pula padanya syahwat dan kecintaan terhadap harta.
Modal syahwat ini penting dimiliki manusia. Karena itu akan membuat manusia punya hasrat dan dorongan untuk memperoleh harta. Dengan harta itu manusia berkontribusi untuk membangun peradaban.
Jadi, syahwat ini bukan untuk dipendam atau pun dihilangkan. Karena hal yang demikian itu tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sedangkan karakteristik ajaran dan tuntunan Islam sejalan dengan fitrah manusia.
Oleh karena itu, di dalam Islam setiap muslim dituntut untuk mengendalikan syahwat bukan menghilangkannya. Justru syahwat ini dikelola dengan baik sehingga ia sejalan dengan tujuan pencipataan manusia itu sendiri.
Itu sebabnya ada yang dinamakan dengan jihad akbar. Yakni jihad mengendalikan diri yang berlangsung terus menerus yang kemudian dalam istilah tasawuf dikenal dengan istilah mujahadah.
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali Imran: 14).
Harta Sebagai Modal Membangun Peradaban
Peradaban adalah gabungan dari ilmu, akhlak dan keindahan. Membangun masyarakat yang berilmu, berakhlak dan berseni membutuhkan sarana dan prasarana, SDM yang unggul dan berkualitas serta waktu yang panjang. Hal ini tentu tidak terlepas dari harta sebagai penopangnya.
Itu sebabnya Islam mendorong umatnya untuk selalu produktif. Dengan produktivitasnya itu lah manusia memperoleh harta. Islam juga menuntut umatnya untuk bekerja secara optimal dengan keyakinan dan rasa bahwa Allah, Rasul dan orang-orang mukmin selalu mengawasi. Bukankah pekerjaan yang dilakukan dengan pengawasan biasanya lebih giat dan optimal daripada sebaliknya?
Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At Taubah: 105).
Secara tersirat, Islam juga mendorong umatnya agar sejahtera secara finansial dan melakukan pemerataan ekonomi. “agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (Al Hasyr ayat 7).
Karena ada tanggung jawab umat Islam agar harta itu tidak hanya beredar pada kelompok atau golongan tertentu karena bisa menyebabkan kesenjangan sosial. Maka disinilah peran dan urgensi dari hadirnya syariat zakat, infaq, sedekah dan wakaf.
Dan perlu diingat, bahwa zakat, infaq, sedekah dan wakaf adalah bagian dari syariat Islam yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memilki harta. Karena sekali lagi inilah pentingnya memiliki harta sebagai modal membangun peradaban dan mengentaskan kemiskinan.