Merujuk pada hasil survey Indeks Literasi Wakaf tahun 2020 oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI), Pusat Kajian Startegis BAZNAS & Direktorat Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Republik Indonesia. Nilai Indeks Literasi Wakaf (ILW) secara Nasional secara keseluruhan mendapatkan skor 50,48 dan masuk dalam kategori rendah.
Kendati demikian, dilihat dari Skor Indeks Literasi Wakaf Per Provinsi Tahun 2020, Gorontalo menduduki peringkat teratas dengan skor 73,74 disusul Papua (64,04), Bali (62,49) dan Sulawesi Tengah (62,28). Sedangkan 3 posisi terendah diduduki oleh Propinsi Riau dengan skor terendah 36,24 diikuti Kalimantan Tengah dan DKI Jakarta dengan skor 36,71.
Yang menarik, dari 80 % responden yang diwawancara mengaku belum berwakaf. Hal ini menunjukkan bahwa literasi masyarakat Indonesia terkait wakaf masih rendah.
Oleh karena itu diperlukan sosialisasi wakaf kepada masyarakat secara efektif. Terlebih wakaf masih dikonsepsikan hanya berkutat pada 3 m yakni masjid, madrasah dan makam. Padahal konsep wakaf terus dikembangkan demi memenuhi tuntutan zaman.
Medos Alat Efektif Sosialisasi Wakaf
Berdasarkan hasil riset Wearesosial Hootsuite yang dirilis pada Januari 2019 mencatat bahwa pengguna media sosial di Indonesia mencapai sebesar 56% dari total populasi atau sekitar 150 juta orang.
Ini menunjukkan bahwa sebenarnya media sosial sangat ampuh untuk meningkatkan literasi masyarakat tentang ziswaf (zakat, infaq, sedekah, dan wakaf) jika dibandingkan dengan ustadz dan da’i yang jarang menyentuh ibadah menyangkut harta ini.
Seperti diketahui, media sosial memiliki banyak platform. Dan itu bisa menjadi alat yang efektif untuk melakukan edukasi dan sosialisasi. Misalnya melalui tulisan, meme, audio, video, animasi, podcast maupun film pendek. Dengan begitu, konten seputar wakaf bisa menjangkau dan diakses masyarakat secara lebih luas.
Selain itu medsos juga bisa menjadi wadah interaksi dan kolaborasi yang efektif serta menunjukkan transparansi para pengelola ziswaf. Sehingga hadirnya media sosial bisa mendorong peningkatan penghimpunan ziswaf.
Karena sebagaimana disebutkan dalam survey tersebut bahwa ada dua alasan utama responden dalam memilih lembaga nadzir, yaitu aspek akuntabilitas dan transparansi serta aksesbilitas.