“Pola dan peta kegiatan filantropi berubah sejak anak muda terjun ke dalamnya,” Hal ini diungkapkan oleh Hamid Abidin dari Perhimpunan Filantropi Indonesia dalam sebuah artikel di Koran Tempo pada akhir tahun 2016 yang lalu.
Hal ini berkaitan dengan upaya-upaya kreatif yang dimunculkan dalam cara berderma. Begitupun relasinya dengan kemampuan rata-rata anak muda di bawah usia 40-an lebih melek teknologi dan memanfaatkannya sebagai platform berbagi.
Relasi antara kreativitas, anak muda, dan teknologi ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mempopulerkan zakat.
Di dalam artikel yang sama di Koran Tempo, sejak 2016 potensi donasi terbesar di Indonesia berada di sektor keagamaan. Hal ini juga dapat dilihat dari rilis potensi zakat oleh BAZNAS yang mencapai Rp 217 triliun per tahun.
Dengan hadirnya beragam platform crowdfunding, juga lembaga-lembaga zakat yang rutin memberikan literasi, maka potensi zakat untuk mencapai Suistanable Development Goals (SDG’s) dapat diwujudkan.
Literasi ini telah dibangun sejak lama oleh beragam Lembaga Amil Zakat melalui saluran yang juga dekat dengan anak muda, seperti Instagram, Twitter, dan juga Youtube.
LAZNAS DPF juga melakukan upaya-upaya literasi yang sama melalui siaran Youtube DPF TV.
Ada beragam program yang dirancang untuk lebih dekat dengan anak muda seperti episode Kemudahan Zakat di Era Digital, Zakat di Mata Milenial, ada juga episode-episode khusus seperti Entreprenuer serta Community Talk yang biasanya dijalankan oleh anak-anak muda.
Program literasi ini dapat ditonton melalui link berikut https://www.youtube.com/channel/UCdZEk58VHrcQRn0-XLD42oA/videos